Puisi
Ini adalah puisi yang tidak siap, atau mengikut penulisnya Fathi Aris Omar ia adalah sebuah "prosa yang tidak siap". Namun aku suka garapannya. Amat indah dan aku terkagum dengan 'semangat' yang ada dalam prosa tak siap itu, secara jujurnya aku mahu menjadi seperti ibu itu. Nekad atas kepercayaannya. Percaya dia benar lantas terjun tapi bukan macam si Luncai, terjun dengan labu-labunya. Tapi terjun dengan satu kekuatan. Aku dambakan kekuatan itu.
Parit Api
Kau tidak mungkin membunuhnya, wahai Tuan
Kecuali dengan panahnya sendiri.
Kumpulkan semua orang,
dan gantunglah dia, wahai Tuan
di tengah padang
dan panahlah dia.
Aku memang anaknya si Parit Api,
waktu ia menganga,
ibuku terjun ke dalamnya
Kata ibu: Aku bersumpah Demi Tuhan Budak itu
Lalu dia gementar, tidak jadi
Seorang bayi dalam dukungannya
Bayi itu berkata: Jangan gementar ibuku,
ibu di atas jalan kebenaran
lalu dia pun terjun
hangus dijilat api parit itu
Wahai Tuan, kau tak mungkin membunuhku sekali lagi,
nyawaku telah pergi selama-lamanya,
akulah anak-anaknya si Parit Api itu!
nukilan Fathi Aris Omar
1 comment:
Sdr,
Orang yang benar, orang jujur yang berjuang hidup untuk terus jujur dan benar, selalunya tewas dan umumnya telah tewas dimamah zaman.
Tetapi semangatnya, ruhnya yang meronta-ronta di dalam jiwa setiap manusia merdeka (manusia yang enggan menjilat kepalsuan politik binatang2 korup), itulah yang singgah di semua jiwa yang beriman pada prinsip kebenaran masing-masing.
Surah al-Buruj diturunkan di Mekah, ketika tekanan kuat ditimpakan ke atas sekumpulan kecil orang Islam. Surah itu memujuk dan melunakkan manusia agar memegang tinggi prinsip hidup dan tidak gentar tewas -- kerana semua yang ada akan hilang menuju Kehidupan Yang Abadi.
Jadi, sewaktu kita berjalan dan bernafas di muka bumi ini, bersedialah untuk tewas dan ditewaskan -- yang penting kita jujur, benar dan tulus membawa obor kebenaran dan idealisme.
Jangan takut tewas. Takutlah jiwa kita korup semata-mata mencari sesuap nasi, secebis kemegahan dan nama!
Jangan takut menjadi manusia tewas! Takutlah pada diri yang menjadi bacul --- tewas, menggadai diri dan kebenaran kerana kehidupan dunia yang sebentar.
Beranilah kerana benar ... matilah seperti budak itu (yang mati dipanah), seperti gurunya, seperti ramai orang yang dipaksa terjun ke parit api, seperti ibu dan anak kecil itu.
Mati seperti itulah yang Mulia.
Nama kita terpadam, atau muncul lagi, dalam sejarah tidak penting.
Yang Maha Penting, ruh kita yang mendukung kebenaran ini akan terus meronta-ronta mencari jiwa baru, terbang dan singgah di jiwa baru itu untuk terus memberontak lagi demi kebenaran!
Semangat kita tidak akan mati, tidak pernah mati. Hanya jasad sahaja ditelan bumi. Ruh kita akan terus menjerit dan terbang singgah di jiwa-jiwa baru di zaman akan datang.
Kebenaran, walau berjaya ditewaskan, akan terus mengaum, menganga, mengintai dan menusuk semua jiwa yang bacul, bohong, palsu, dan menggilai duniawi.
Kebenaran tidak mungkin mati. Oleh itu jiwa yang benar, ruh yang benar, tidak pernah mati!
Bebaskan dirimu, bebaskan jiwa daripada belenggu ketakutan pada Sang Penguasa!
Reformasi! Reformasi! Reformasi!
Post a Comment